Selamat Datang

Terima kasih saya ucapkan kepada siapa saja yang sudah kunjung ke blog ini, mudah - mudahan blog ini dapat memberikan manfaat kepada saudara - saudari sekalian

salam ........france lamenmior

Rabu, 10 Februari 2010

Askep GADAR, CEDERA KEPALA



ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA

• Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

• Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

  1. Minor

• SKG 13 – 15

• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

  1. Sedang

• SKG 9 – 12

• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

• Dapat mengalami fraktur tengkorak.

  1. Berat

• SKG 3 – 8

• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

• Etiologi

• Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

• Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

• Cedera akibat kekerasan.

• Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.



Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.


Manifestasi Klinis

• Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

• Kebungungan

• Iritabel

• Pucat

• Mual dan muntah

• Pusing kepala

• Terdapat hematoma

• Kecemasan

• Sukar untuk dibangunkan

• Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

• Komplikasi

• Hemorrhagie

• Infeksi

• Edema

• Herniasi

• Pemeriksaan Penunjang

• Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

• Rotgen Foto

• CT Scan

• MRI

• Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:

  1. Observasi 24 jam

  2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

  3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

  4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.

  5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

  6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

  7. Pemberian obat-obat analgetik.

  8. Pembedahan bila ada indikasi.

• Rencana Pemulangan

  1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.

  2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.

  3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat.

  4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.

  5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.

  6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.

  7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.

  8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

• Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

• Pemeriksaan fisik

• Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)

• Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

• Sistem saraf :

• Kesadaran à GCS.

• Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.

• Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

• Sistem pencernaan

• Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?

• Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

• Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

• Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.

• Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

• Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

  1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

  2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.

  3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.

  4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

  5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.

  6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

  7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

  8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

  9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

• Intervensi Keperawatan

• Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

• Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.

• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.

• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.

• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.

• Pemberian oksigen sesuai program.

• Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi :

• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.

• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

• peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).

• tekanan pada vena leher.

• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).

• Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).

• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.

• Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.

• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.

• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.

• Monitor intake dan out put.

• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.

• Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

• Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.

Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.

Intervensi :

• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.

• Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

• Perawatan kateter bila terpasang.

• Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.

• Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

• Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji intake dan out put.

• Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.

• Berikan cairan intra vena sesuai program.

• Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.

Tujuan : Anak terbebas dari injuri.

Intervensi :

• Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.

• Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

• Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.

• Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

• Berikan analgetik sesuai program.

• Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.

• Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.

• Kurangi rangsangan.

• Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

• Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

• Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

• Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.

Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji adanya drainage pada area luka.

• Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.

• Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

• Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

• Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.

Intervensi :

• Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.

• Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.

• Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.

• Gunakan komunikasi terapeutik.

• Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.

Intervensi :

• Lakukan latihan pergerakan (ROM).

• Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.

• Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.

• Kaji area kulit: adanya lecet.

• Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

KESIMPULAN

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.

Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

• Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.

• Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC; 1996.

• Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

• Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar