Sublubrikasi adalah kelainan pada tulang belakang pada bagian leher yang menyebabkan kepala penderita gangguan tersebut berubah arah ke kiri atau ke kanan.
Ada beberapa macam Gangguan atau kerusakan menyebabkan terjadinya Penyakit Yang PADA Tulang, seperti:
1. Osteolisis
Hancurnya Tulang Yang Ujug disebabkan oleh trauma atau Berat Kecelakaan murah juga disebabkan adanya Ujug Mengenai Kanker Tulang Yang.
2. Osteomalacia
Gangguan pembentukan Tulang Tulang lembek sehingga murah melunak. Orang Yang terkena biasanya Mempunyai cirri-ciri kaki bengkok, Tulang Punggung Tulang pinggul memendek murah pipih. Gangguan ini disebabkan oleh kurangnya asupan kalsium murah vit.D3 Serta kurangnya sinar matahari berjemur di
3. Osteoartritis
Gangguan Yang ditandai DENGAN Tulang rawan menipisnya Yang ada di persendian, sehingga menggangu Gerak persendian
4. Rhematoid Artritis
Penyakit rematik Yang Bisa juga menyerang Tulang persendian murah
5. Osteopenia
Suatu keadaan dimana terjadi penurunan massa Tulang, suatu keadaan atau terjadinya osteoporosis gezala Awal
6. Osteoporosis
Suatu Penyakit kelainan pada Tulang Yang ditandai menurunnya massa dengan Tulang, kerusakan atau arsitektur Tubuh Tulang Tulang sehingga Mudah patah.
Penyakit-Penyakit Diantara di Atas, Yang menjadi Pusat Perhatian adalah osteoporosis, karena gezala-gezalanya Yang menyiksa murah Akibat Yang ditimbulkannya yaitu patah Tulang.
a. tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
b.Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
c. Nyeri punggung dan daerah leher
d. kaku pada daerah leher
Selamat Datang
Terima kasih saya ucapkan kepada siapa saja yang sudah kunjung ke blog ini, mudah - mudahan blog ini dapat memberikan manfaat kepada saudara - saudari sekalian
salam ........france lamenmior
salam ........france lamenmior
Minggu, 11 September 2011
Rabu, 06 Juli 2011
Hipotalamus Output
1. Thyrotropin-releasing hormone :di produksi oleh Parvocellular neurosecretory neuro, berfungsi Merangsang thyroid-stimulating hormone release (TSH) dari hipofisis anterior
2. Prolaktin-releasing hormone :di produksi oleh Parvocellular neurosecretory neuro, berfungsi Merangsang pelepasan prolaktin dari hipofisis anterior
3. Dopamin (Prolaktin-menghambat hormon) :di produksi oleh Dopamin neuron dari inti arkuata , berfungsi Menghambat pelepasan prolaktin dari hipofisis anterior
4. Hormon Pertumbuhan - releasing hormone :di produksi oleh Neuroendokrin neuron dari inti arkuata, berfungsi Merangsang Hormon Pertumbuhan (GH) rilis dari hipofisis anterior
5. Somatostatin (Pertumbuhan hormon-hormon penghambat) :di produksi oleh Neuroendokrin sel-sel nukleus periventricular , berfungsi Menghambat Hormon pertumbuhan (GH) rilis dari hipofisis anterior dan Menghambat thyroid-stimulating hormone release (TSH) dari hipofisis anterior
6. Gonadotropin-releasing hormone :di produksi oleh Neuroendokrin sel-sel daerah preoptik , berfungsi Merangsang follicle-stimulating hormone release (FSH) dari hipofisis anterior dan Merangsang luteinizing hormon (LH) rilis dari hipofisis anterior
7. Hormon pelepas kortikotropin :di produksi Parvocellular neurosecretory neuron , berfungsi Merangsang hormon pelepas (ACTH) dari pituitari anterior adrenokortikotropik
8. Oksitosin :di produksi oleh Magnoselular neurosecretory sel , berfungsi sebagai kontraksi Uterus dan Laktasi
9. Vasopressin (Hormon antidiuretik) :di produksi Magnoselular neurosecretory neuron , berfungsi Meningkatkan permeabilitas air di tubulus distal dan duktus rumit pengumpulan nefron, sehingga mempromosikan reabsorpsi air dan meningkatkan volume darah
Sekilas Hormon Hipofisis
1. Growth hormone : Target utama organ (Hati, jaringan adiposa), berfungsi merangsang pertumbuhan (tidak langsung), mengendalikan metabolisme protein, lipid dan karbohidrat.
2. Thyroid-stimulating hormone : Target utama organ (Kelenjar tiroid), berfungsi Merangsang sekresi hormon tiroid.
3. Adrenokortikotropik hormon : Target utama organ (Kelenjar adrenal (korteks)), berfungsi Merangsang sekresi glukokortikoid.
4. Prolaktin : Target utama organ (kelenjar mamae), berfungsi Merangsang Produksi susu.
5. Luteinizing hormon : Target utama organ (Ovarium dan testis), berfungsi Pengendalian fungsi reproduksi.
6. Follicle-stimulating hormone : Target utama organ (Ovarium dan testis), berfungsi Pengendalian fungsi reproduksi.
7. Hormon antidiuretik : Target utama organ (ginjal), berfungsi sebagai konservasi cairan tubuh.
8. Oksitosin : Target utama organ (Ovarium dan testis), berfungsi Merangsang ejeksi susu dan kontraksi uterus.
Minggu, 22 Mei 2011
Pneumothoraks
PNEUMOTORAKS
Secara normal, tekanan di dalam paru-paru lebih besar dibandingkan tekanan dalam rongga pleura yang mengelilingi paru. Namun, jika udara memasuki ruang pleura, tekanan pada pleura akan menjadi lebih besar dari pada tekananparu-paru, menyebabkan paru kolap sebagian atau seluruhnya.7
Dalam keadaan normal, paru tidak terisi oleh udara, supaya paru leluasa mengembang terhadap rongga pleura. Udara masuk ke dalam rongga pleura melalui 3 jalan yaitu:
- udara dari luar dan terdapat penetrasi dinding dada.
- Pembentukan gas/udara oleh mikroorganisme dalam dinding pleura pada penyakit empiema.1
Pneumotorak lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorak lebih sering dijumpai pada musim penyakit batuk.2
Perkiraan tahunan angka kejadian pneumotorak spontan primer adalah antara 7,4 dan 18 kasus per 100.000 populasi pada laki-laki dan antara 1,2 dan 6 kasus per 100.000 populasi pada wanita. Pneumotoraks terjadi terbanyak pada postur tinggi, laki-laki muda kurus dibanding usia 30 tahun. Merokok dapat meningkatkan resiko pneumotoraks spontan. Resiko berhubungan dengan jumlah rokok yang diisap.3
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI
Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastin\s, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Diantara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru.
Karena tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan pleura viseralis, maka apa yang disebut rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial saja. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru-paru tertekan atau kolaps.4
FISIOLOGI
Keadaan fisiologis tekanan-tekanan di rongga dada dalam keadaan normal sebagai berikut:2
1. Tekanan intrapleura inspirasi sekitar, – 11 → – 12 cm H2O
2. Tekanan intrapleura ekspirasi sekitar, – 4 → - 9 cm H2O
3. Tekanan intrabronkial inspirasi sekitar, -1,5 → - 7 cm H2O
4. Tekanan intrabronkial ekspirasi sekitar, -1,5 → - 4 cm H2O
5. Tekanan intrabrokial waktu bicara → + 30 cm H2O
6. Tekanan intrabronkial waktu batuk → + 90 cm H2O
Pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding toraks sehinga udara dari luar dengan tekanan permulaan nol, akan terisap masuk melalui bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada tekanan udara alveol ataupun di bronkus, akibatnya udara akan ditekan keluar melalui bronkus.2
III. DEFINISI
Pneumothorak ialah rongga pleura yang berisi udara atau gas yang menyebabkan sebagian atau seluruh paru menjadi kolap. 2,3,4,5,6,7
IV. ETIOLOGI
Di RSU Dr. Sutomo, lebih kurang 55% kasus Pneumothoraks disebabkan oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis paru aktif, tuberkulosis paru disertai fibrosis atau emfisema lokal, bronchitis kronis dan emfisema. Selain penyakit tersebut diatas, pneumotorak dapat terjadi pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang, keadaan ini disebut pneumothoraks katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura.2
Pneumotorak dapat terjadi secara artificial, dengan operasi atau tanpa operasi, atau timbul spontan. 1
Pneumotoraks artifisial disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu, yaitu tindakan terapi dan diagnosis.2
Pneumotorak traumatik terjadi karena penetrasi, luka tajam pada dada, dan karena tindakan operasi.1
Pneumotoraks spontan terjadi tanpa adanya trauma. Pneumotoraks jenis ini dapat dibagi dalam:
- pneumotoraks spontan primer. Disini etiologi tidak diketahui sama sekali
- Pneumothorak spontan sekunder. Terdapat penyakit paru atau penyakit dada sebagai faktor predisposisinya.1
Tabel 4.1. PENYEBAB PNEUMOTORAKS SPONTAN SEKUNDER3
Penyakit saluran pernafasan
Penyakit paru obstruksi kronik
Fibrosis kistik
Asma akut
Infeksi parenkim paru
Pneumonia pneumocystis carinii
Infeksi necrotizing (anaerob, bakteri gram negatif, Staphylococcus Aureus, species nacardia, Mycobacterium Tuberculosis, jamur)
Malignancy
Kanker paru
Sarcoma
Metastase
Penyakit paru intertisial
Langerhans cell granulomatosis
Sarcoidosis
Connective tissue disease
Tuberous Sclerosis
Idhiopathic pulmonary fibrosis
Lainnya
Thoracic endometriosis (catamenial)
Lymphangiolelomyomatosis
Marfan syndrom
Ehler-danlos syndrom
V. KLASIFIKASI2
1. Berdasarkan Penyebab terjadinya Pneumothorak
* artificial
* traumatic
* spontan
2. Berdasarkan lokalisasi
* Pneumotoraks parietalis
* Pneumotoraks medialis
3. Berdasarkan derajat kolaps
* Pneumototaks totalis
* Pneumotoraks parsialis
4. Berdasarkan jenis fistel
* pneumotoraks terbuka
* pneumotoraks tertutup
* pneumothorak ventil
* Pneumotoraks basalis
VI. PATOFISIOLOGI
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka udara dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan dengan hilus akan menimbulkan pneumotorak sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat menimbulkan pneumomediastinum. Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas, ke jaringan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata ke bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke arah perut hingga mencapai skrotum.2
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat mudah. 2
VII. MANIFESTASI KLINIK
Pada pneumotoraks spontan, sebagai pencetus atau auslosend moment adalah batuk keras, bersin, mengangkat barang-barang berat, kencing atau mengejan. Penderita mengeluh sesak nafas yang makin lama makin berat setelah mengalami hal-hal tersebut diatas.Tetapi pada beberapa kasus gejala –gejala masih gampang ditemukan pada aktifitas biasa atau waktu istirahat.2,5
Keluhan utama pneumotoraks spontan adalah sesak nafas, bernafas terasa berat, nyeri dada dan batuk. Sesak sering mendadak dan makin lama makin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan.2
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit bisa menghebat atau menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.1
Pasien dengan pneumotoraks spontan primer biasanya ditandai dengan nyeri dada pleura ipsilateral dan variasi derajat dipsneu. Karena fungsi paru normal, dipsnae biasanya ringan sampai sedang, bahkan pasien dengan pneumotoraks yang luas. Gejala biasanya hilang dalam 24 jam, bahkan jika pneumotorak masih ada. Takikardi dan takipnea adalah gejala yang sangat sering ditemukan.3
Serangan pada pneumotoraks spontan sekunder bermanifestasi sebagai nyeri dada. Bahkan pada kasus pneumotoraks yang sedikit, akut dipsnea dapat berkembang menjadi keadaan paru yang dicurigai. Tanda-tanda lain dari kardiopulmonal dapat munculseperti hipoksemia akut (rata-rata PO2, 60 mmHg), hipotensi, sianosis, nafas berat, status mental berubah dan hiperkapnia. 3
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Toraks2
1. Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru akan kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
2. Adakalanya rongga ini sangat sempit sehingga hampir tidak tampak seperti massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan.
3. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pandorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
4. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini:
- Pneumomediastinum, Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks.
- Emfisema subkutan dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.
- Bila ada cairan di rongga pleura, akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
Foto lateral dekubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam membedakan pneumotorakss dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral.1
IX. DIAGNOSA
1. Tampak sesak ringan sampai berat tergantung kecepatan udara yang masuk serta ada tidaknya klep. Penderita bernafas tersengal, pendek-pendek dengan mulut terbuka.
2. sesak nafas dengan atau tanpa sianosis
3. penderita tampak sakit mulai ringan sampai berat. Badan tampak lemah dan dapat disertai syok. Bila pneumotoraks baru terjadi penderita berkeringat dingin.
Pneumotoraks spontan primer didiagnosa dengan karakteristik serangan akut nyeri dada dan dipsnea dan gambaran radiografi pneumotoraks. Radiografi dada menampilkan udara pleura dan 1 mm garis putih halus yang menggambarkan pleura viseral berpindah dari dinding dada. Walaupun tidak direkomendasikan, pada praktis rutin, radiografi dada yang dibuat selama ekspirasi dapat membantu mendeteksi pneumotoraks atipical.3
Pneumotoraks spontan sekunder lebih sukar didiagnosa karena gejala pernafasan kadang salah diartikan sebagai penyakit paru. Gambaran radiografi pasien dengan penyakit paru interstisial biasanya tampak bersih dari tanda pneumotoraks karenalingkaran udara dalam ruang pleura kontras dengan peningkatan densitas pada penyakit paru. Pneumotoraks spontan sekunder dapat lebih sukar didiagnosa dengan gambaran radiografi penyakit paru obstruksi kronik karena densitas hiperlusen, paru empisematus seperti udara pleura. Lebih lagi, bullae subpleura yang besar menyerupai pneumotoraks pada pasien ini. CT dada dapat membantu membedakan antara bullae yang besar dan pneumotoraks.3
Pada pemeriksaan fisik toraks ditemukan1,2:
1. Inspeksi :
* dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit
* pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannnya tertinggal
* trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
1. Palpasi
* pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
* Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.
* Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
1. Perkusi
* suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
* batas jantung ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi
1. Auskultasi
* Pada bagian yang sakit, suara nafas melemah sampai menghilang
* Suara nafas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.
* Suara fokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
”Coin Test”2
Pada auskultasi dada dengan menggunakan ketokan dua uang logam yang satu ditempelkan di dada dan yang lain diketokkan pada uang logam yang pertama daat terdengar bunyi metalik yang dapat didengar dengan telinga yang ditempelkan di punggung. Jika pneumotoraks tadi sebenarnya suatu bula, maka suara metalik tidak akan terdengar.2
X. DIAGNOSA BANDING
- emfisema paru
- asma bronkhial
- bula yang besar
XI. PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan pneumotoraks tergantung pada: berat dan lamanya keluhan atau gejala, adanya riwayat pneumotoraks sebelumnya, jenis pekerjaan penderita. Sasaran pengobatan adalah secepatnya mengembangkan paru yang sakit sehingga keluhan- keluhan juga berkurang dan mencegah kambuh kembali.1,3
Pneumotorak mula-mula diatasi dengan pengamatankonservatif bila kolaps paru-paru 20% atau kurang. Udara sedikit demi sedikit diabsorpsi melaului permukaan pleura yang bertindak sebagai membran basah, yang memungkinkan difusi oksigen dan karbondioksida.2,3,4
Tindakan Dekompresi,1,2
* Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:
1. menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk ronga pleura
2. membuat hubungan dengan dunia luar melalui kontra ventil:
* Dapat memakai infus set
* Jarum abbocath
* Pipa water sealed drainage (WSD)
* Penghisapan terus-menerus (Continous suction)
* Pencabutan drain
Tindakan bedah1,2
* Dicari lubang penyebab pneumotoraks dan dijahit
* Dekortikasi
* Reseksi
* pleurodesis
Pengobatan tambahan2:
Bila terdapat proses lain di paru, pengobatan ditujukan terhadap proses penyebabnya:
- terhadap bronkitis kronis:
- terhadap proses tuberkulosis paru
- untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defakasi
Istirahat total
XII. KOMPLIKASI2,5
1. Tension pneumotoraks
2. Pio-pneumotoraks
3. Hidropneumotoraks/ hemo-pneumotoraks
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan
5. Pneumotoraks simultan bilateral
6. Pneumotoraks kronik
7. Pneumotoraks ulangan
XIII. PROGNOSIS 5,7
Pasien dengan pneumotoraks spontan mengalami pneumotorak ulangan, tetapi tidak ada komplikasi jangka panjang dengan terapi yang berhasil.5 Kesembuhan dari kolap paru secara umum membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu. Pneumotoraks tension dapat menyebabkan kematian secara cepat berhubungan dengan curah jantung yang tidak adekuat atau insufisiensi oksigen darah (hipoksemia), dan harus ditangani sebagai kedaruratan medis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai penerbit FKUI, 1998
2. Hood Alsagaff, M. Jusuf Wibisono, Winariani, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2004, LAB/SMF Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 2004
3. James D. Crapo, MD, Jeffrey Glassroth, MD, Joel B. Karlinsky, MD, MBA, Talmadge E. King, Jr, MD, Baum’s Textbook of Pulmonary Disease, seventh edition, Lippincott Williams Wilkins, 2004.
4. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi, EGC, Jakarta, 1995
5. Anonymous, Pneumothorax, www.meadlineplus.com
6. Anonymous, Pneumothorax, www.Urac.org
7. Anonymous, Pneumothorax, www.lungusa.org
Asuhan Keperawatan Pneumothoraks
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.
B. Anatomi
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
- Depan : Sternum dan tulang iga.
- Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
- Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
- Bawah : Diafragma
- Atas : Dasar leher.
Isi :
- Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
- Mediastinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
C. Patofisiologi
Mengenai rongga toraks sampai
rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax)
Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru.
Karena tekanan negative intrapleura maka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound)
Terjadi perdarahan :
(perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)
Tahanan perifer pembuluh paru naik
(aliran darah turun)
Oper penumothorax
Close pneumotoraks
Tension pneumotoraks
- Ringan kurang 300 cc ---- di punksi
- Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain
- Berat lebih 800 cc ------ torakotomi
Tek. Pleura meningkat terus
Mendesak paru-paru
(kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang
Sesak napas yang progresif
(sukar bernapas/bernapas berat)
Bising napas berkurang/hilang
Bunyi napas sonor/hipersonor
Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari rongga torak
- Sesak napas yang progresif
- Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma
- Nyeri bernapas
- Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
- Bising napas tak terdenga
- Nadi cepat/lemah
- Anemis / pucat
- Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan
WSD/Bullow Drainage
Terdapat luka pada WSD
Nyeri pada luka bila untuk bergerak
Ketidak efektifan pola pernapasan
Inefektif bersihan jalan napas
- Kerusakan integritas kulit
- Resiko terhadap infeksi
- Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik
- Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum
D. Pemeriksaan Penunjang :
a. Photo toraks (pengembangan paru-paru).
b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
Kegawatdaruratan
Pengkajian selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
kaji dan pertahankan jalan napas
lakukan head tilt, chin lift jika perlu
gunakan alat bantu jalan napas jika perlu
petimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan napas
Breathing
kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi >92%
berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask
pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
kaji respiratory rate
periksa system pernapasan
cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.
Circulation
kaji heart rate dan rhytem
catat tekanan darah
lakukan pemeriksaan EKG
lakukan pemasangan IV akses
lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
Disability
a. lakukan pengkajian tingkat kesadaran
b. penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU
Exposure
a. pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan pemeriksaan fisik lainnya
E. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
? Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
? Latihan napas dalam.
? Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
? Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
? Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
? Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.
F. Pemeriksaan penunjang
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
> Bila pneumotoraks <> Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
> Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
> Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
G. Terapi :
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian :
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
? Sesak napas
? Nyeri, batuk-batuk.
? Terdapat retraksi klavikula/dada.
? Pengambangan paru tidak simetris.
? Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
? Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)
? Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
? Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
? Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
? Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
? Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
? Takhikardia, lemah
? Pucat, Hb turun /normal.
? Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
? Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
? Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
? Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
? Kemampuan sendi terbatas.
? Ada luka bekas tusukan benda tajam.
? Terdapat kelemahan.
? Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
? Terjadi peningkatan metabolisme.
? Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
? Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
? Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
C. Pemeriksaan Diagnostik :
? Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
? Pa Co2 kadang-kadang menurun.
? Pa O2 normal / menurun.
? Saturasi O2 menurun (biasanya).
? Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
? Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
I. Intevensi Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
? Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
? Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
? Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
INTERVENSI
RASIONAL
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
? Pemberian antibiotika.
? Pemberian analgetika.
? Fisioterapi dada.
? Konsul photo toraks.
a. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. .
1) Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
? Menunjukkan batuk yang efektif.
? Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
? Klien nyaman.
INTERVENSI
RASIONAL
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
d. Lakukan pernapasan diafragma.
e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
f. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
h. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
i. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
? Pemberian expectoran.
? Pemberian antibiotika.
? Fisioterapi dada.
? Konsul photo toraks.
a. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
h. Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
i. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
j. Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
? Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
? Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
? Pasien tidak gelisah.
INTERVENSI
RASIONAL
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
e. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
a. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b. Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
c. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
e. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
f. Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
g. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jumat, 01 April 2011
Golongan Darah ABO
Golongan Darah
Sebelum lahir,molekul protein yang ditentukan secara genetik disebut antigen, antigen ini muncul dipermukaan membran sel darah merah. Antigen ini, tipe A dan tipe B bereaksi dengan antibody pasangannya,yang mulai terlihat sekitar 2 sampai 8 bulan setelah lahir.
1. Karena reaksi antigen-antibodi menyebabkan aglutinasi ( penggumpalan) sel darah merah, maka antigen disebut aglutinogen dan antibodi pasangannya disebut aglutinin
2. Seseorang mungkin saja tidak mewarisi tipe A dan tipe B atau hanya mewarisi salah satunya, atau bahkan keduanya sekaligus.
Klasifikasi golongan darah ABO ditentukan berdasarkan ada tidaknya aglutinogen ((antigen tipe A dan tipe B ) yang ditemukan pada permukaan eritrosit dan aglutinin (antibodi) anti-A dan anti-B, yang ditemukan dalam plasma.
1. Darah golongan A mengandung aglutinogen tipe A dan aglutinin anti-B
2. Darah golongan B mengandung aglutinogen tipeB dan aglutinin anti-A
3. Darah golongan AB mengandung aglutinogen tipe A dan tipe B,tetapi tidak mengandung aglutinin anti-A atau anti-B
4. Darah golongan O tidak mengandung aglutinogen, tetapi mengandung aglutini anti-A dan aglutini-B
Penggolongan darah penting dilakukan sebelim transfusi darah karena pencampuran golongan darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan destruksi sel darah merah.
1. Dalam teknik slide biasa untuk penggolongan darah ABO, dua tetes darah yang terpisah dari orang yang akan diperiksa golongan darahnya diletakan pada sebuah slide mikroskop
2. Setetes serum yang mengandung aglutinin anti-A ( dari darah golongan B ) diteteskan pada salah satu tetes darah,sedangkan tetes serum yang mengandung aglutinin anti-B ( dari darah golongan A ) diteteskan pada tetes darah lainya.
a. Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah,maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A ( golongan darah A )
b. Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B ( golongan darah B )
c. Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi induvidu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B ( golongan darah AB )
d. Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi,maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen ( golongan darah O )
Tranfusi darah
a. Saat transfusi darah diberikan,plasma donor akan diencerkan oleh plasma resipien, sehingga aglutinin donor tidak dapat menyebabkan aglutinasi
b. Walaupun demikian,aglutinogen pada sel donor penting untuk transfusi. Jika golongan darah donor berbeda dengan golongan darah resipien,maka aglutinin dalam plasma resipien akan mengaglutinasi
c. Reaksi transfusi disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah donor:
a. Aliran darah dalam pembuluh darah kecil terhalang oleh gumpalan sel
b. Hemolisis ( ruptur) sel darah merah menyebabkan terlepasnya hemoglobin kedalam aliran darah
c. Hemoglobin yang terbawa ketubulus ginjal mengendap,menutup tubulus dan mengakibatkan ginjal tidak berfungsi
d. Donor universal, golongan O disebut donor universal karena golongan O tidak memiliki aglutinogen untuk diaglutinasi sehingga dapat diberikan pada resipien manapun,asalkan volume transfusinya sedikit.
e. Resipien universal, golongan darah AB disebut resipien universal karena individu dengan golongan darah AB tidak memiliki aglutinin dalam plasma sehingga dapat menerima eritrosit donor apapun.
Sistem Rh
Adalah kelompok antigen lain yang diwariskan dalam tubuh manusia. Sistem ini ditemukan dan diberinama berdasarkan Rhesus monyet. Antigen RhD adalah antigen terpenting dalam reaksi imunitas tubuh.
a. Jika faktor RhD ditemukan, individu yang memilikinya disebut Rh positif. Jika faktor tersebut tidak ditemukan maka individunya disebut Rh negatif. Individu dengan Rh positif lebih banyak dari pada Rh negatif.
b. Sistem ini berbeda dengan golongan ABO di mana individu ber-Rh negatif tidak memiliki aglutinin anti-Rh dalam plasmanya
c. Jika seseorang dengan Rh negatif diberikan darah ber-Rh positif maka aglutininya anti-Rh akan diproduksi. Walau tranfusi awal tidak membahayakan, pemberian darah Rh positif selanjutnya akan mengakibatkan aglutinasi sel darah merah donor.
d. Eritoblastosis fetalis atau penyakit hemolisis pada bayi baru lahir,dapat terjadi setelah kehamialnan pertama ibu ber-Rh negatif dengan janin ber-Rh positif
a. Pada saat lahir ( atau abortus spontan atau induksi), ibu akan terpapar beberapa antigen Rh positifjanin sehingga ibu akan terbentuk antibodi untuk menolak antigen tersebut
b. Jika antibodi lawan faktor Rh telah diproduksi ibu maka pada kehamilan selanjutnya,antibodi tersebut akan menembus plasenta menuju aliran darah janin dan menyebabkan hemolisis sel darah merah janin. Bayi yang mengalaminya akan terlahir dengan anemia
c. Pencegahan. Jika ibu ber-Rh negatif mendapat injeksi antibodi berlawanan dengan faktor Rh positif dalam waktu 72 jam setelah melahirkan,keguguran,atau setelah abortus janin ber-Rh positif, maka antigen tidak akan teraktivasi. Ibu tidak akan memproduksi anyibodi lawannya.
Sebelum lahir,molekul protein yang ditentukan secara genetik disebut antigen, antigen ini muncul dipermukaan membran sel darah merah. Antigen ini, tipe A dan tipe B bereaksi dengan antibody pasangannya,yang mulai terlihat sekitar 2 sampai 8 bulan setelah lahir.
1. Karena reaksi antigen-antibodi menyebabkan aglutinasi ( penggumpalan) sel darah merah, maka antigen disebut aglutinogen dan antibodi pasangannya disebut aglutinin
2. Seseorang mungkin saja tidak mewarisi tipe A dan tipe B atau hanya mewarisi salah satunya, atau bahkan keduanya sekaligus.
Klasifikasi golongan darah ABO ditentukan berdasarkan ada tidaknya aglutinogen ((antigen tipe A dan tipe B ) yang ditemukan pada permukaan eritrosit dan aglutinin (antibodi) anti-A dan anti-B, yang ditemukan dalam plasma.
1. Darah golongan A mengandung aglutinogen tipe A dan aglutinin anti-B
2. Darah golongan B mengandung aglutinogen tipeB dan aglutinin anti-A
3. Darah golongan AB mengandung aglutinogen tipe A dan tipe B,tetapi tidak mengandung aglutinin anti-A atau anti-B
4. Darah golongan O tidak mengandung aglutinogen, tetapi mengandung aglutini anti-A dan aglutini-B
Penggolongan darah penting dilakukan sebelim transfusi darah karena pencampuran golongan darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan destruksi sel darah merah.
1. Dalam teknik slide biasa untuk penggolongan darah ABO, dua tetes darah yang terpisah dari orang yang akan diperiksa golongan darahnya diletakan pada sebuah slide mikroskop
2. Setetes serum yang mengandung aglutinin anti-A ( dari darah golongan B ) diteteskan pada salah satu tetes darah,sedangkan tetes serum yang mengandung aglutinin anti-B ( dari darah golongan A ) diteteskan pada tetes darah lainya.
a. Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah,maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A ( golongan darah A )
b. Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B ( golongan darah B )
c. Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi induvidu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B ( golongan darah AB )
d. Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi,maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen ( golongan darah O )
Tranfusi darah
a. Saat transfusi darah diberikan,plasma donor akan diencerkan oleh plasma resipien, sehingga aglutinin donor tidak dapat menyebabkan aglutinasi
b. Walaupun demikian,aglutinogen pada sel donor penting untuk transfusi. Jika golongan darah donor berbeda dengan golongan darah resipien,maka aglutinin dalam plasma resipien akan mengaglutinasi
c. Reaksi transfusi disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah donor:
a. Aliran darah dalam pembuluh darah kecil terhalang oleh gumpalan sel
b. Hemolisis ( ruptur) sel darah merah menyebabkan terlepasnya hemoglobin kedalam aliran darah
c. Hemoglobin yang terbawa ketubulus ginjal mengendap,menutup tubulus dan mengakibatkan ginjal tidak berfungsi
d. Donor universal, golongan O disebut donor universal karena golongan O tidak memiliki aglutinogen untuk diaglutinasi sehingga dapat diberikan pada resipien manapun,asalkan volume transfusinya sedikit.
e. Resipien universal, golongan darah AB disebut resipien universal karena individu dengan golongan darah AB tidak memiliki aglutinin dalam plasma sehingga dapat menerima eritrosit donor apapun.
Sistem Rh
Adalah kelompok antigen lain yang diwariskan dalam tubuh manusia. Sistem ini ditemukan dan diberinama berdasarkan Rhesus monyet. Antigen RhD adalah antigen terpenting dalam reaksi imunitas tubuh.
a. Jika faktor RhD ditemukan, individu yang memilikinya disebut Rh positif. Jika faktor tersebut tidak ditemukan maka individunya disebut Rh negatif. Individu dengan Rh positif lebih banyak dari pada Rh negatif.
b. Sistem ini berbeda dengan golongan ABO di mana individu ber-Rh negatif tidak memiliki aglutinin anti-Rh dalam plasmanya
c. Jika seseorang dengan Rh negatif diberikan darah ber-Rh positif maka aglutininya anti-Rh akan diproduksi. Walau tranfusi awal tidak membahayakan, pemberian darah Rh positif selanjutnya akan mengakibatkan aglutinasi sel darah merah donor.
d. Eritoblastosis fetalis atau penyakit hemolisis pada bayi baru lahir,dapat terjadi setelah kehamialnan pertama ibu ber-Rh negatif dengan janin ber-Rh positif
a. Pada saat lahir ( atau abortus spontan atau induksi), ibu akan terpapar beberapa antigen Rh positifjanin sehingga ibu akan terbentuk antibodi untuk menolak antigen tersebut
b. Jika antibodi lawan faktor Rh telah diproduksi ibu maka pada kehamilan selanjutnya,antibodi tersebut akan menembus plasenta menuju aliran darah janin dan menyebabkan hemolisis sel darah merah janin. Bayi yang mengalaminya akan terlahir dengan anemia
c. Pencegahan. Jika ibu ber-Rh negatif mendapat injeksi antibodi berlawanan dengan faktor Rh positif dalam waktu 72 jam setelah melahirkan,keguguran,atau setelah abortus janin ber-Rh positif, maka antigen tidak akan teraktivasi. Ibu tidak akan memproduksi anyibodi lawannya.
Senin, 28 Februari 2011
Pemeriksaan golongan darah slide
Alat dan bahan
1. Darah perifer
2. Obyek glass
3. Anti a
4. Anti b
5. Anti d
6. Lidi
7. Kapas alkohol 70%
8. Lancet
9. Pen lancet ukuran 5
Cara kerja
1. Bersihkan obyek glass dari lemak
2. Teteskan anti a,anti b, dan anti d, saat setelah mengambil reagen pipet harus benar benar kosong.
3. Ambil darah perifer, teteskan pada bagian bawah masing masing anti a, anti b, anti d.
4. Aduk menggunakan lidi searah.
5. Ratakan, dan lebarkan
6. Goyng goyang kan sambil dilihat adanya gumpalan.
Hasil
Kamis, 17 Februari 2011
KADO KERAMAT
Sayap sayap sang pengantar pesan menutupi kesadaranku
Pelukannya seperti cengkraman malam pada bumi,
Erat dan pasti.
Wajahnya yang berduka meneguhkan hatiku
Tapi tubuh dan jiwa ini tak mampu bertahan,
hanya mampu ditentramkan dalam keheningan
Saat kegelapan sepenuhnya melindungiku,
Aku tak lagi sadarkan diri.
Cahaya mata malam dilangit membenturkan aku pada kenyataan.
Saat Terbangun dan tersadar, Aku sendirian lagi. . . .
Saat Satu persatu kunang kunang memadamkan kedipannya
Aku mulai melangkah, Sunyi tanpamu. . .
namun aku tahu harus terus melangkah....
dirimu menjauh sejauh yang kamu mau. . .
dari kenangan akan cinta kita
aku ditinggalkan walaupun tak ingin ditinggalkan..
di langit''gemintang bersinar menantang gerimis yang turun
disitulah aku menunggumu......sayang hujan turun lagi.
dimanakah dirimu.......?
Pelukannya seperti cengkraman malam pada bumi,
Erat dan pasti.
Wajahnya yang berduka meneguhkan hatiku
Tapi tubuh dan jiwa ini tak mampu bertahan,
hanya mampu ditentramkan dalam keheningan
Saat kegelapan sepenuhnya melindungiku,
Aku tak lagi sadarkan diri.
Cahaya mata malam dilangit membenturkan aku pada kenyataan.
Saat Terbangun dan tersadar, Aku sendirian lagi. . . .
Saat Satu persatu kunang kunang memadamkan kedipannya
Aku mulai melangkah, Sunyi tanpamu. . .
namun aku tahu harus terus melangkah....
dirimu menjauh sejauh yang kamu mau. . .
dari kenangan akan cinta kita
aku ditinggalkan walaupun tak ingin ditinggalkan..
di langit''gemintang bersinar menantang gerimis yang turun
disitulah aku menunggumu......sayang hujan turun lagi.
dimanakah dirimu.......?
Langganan:
Postingan (Atom)